Bidadari Senja

Bidadari senja tidur terlelap dalam dekapan keperihan malam ini. wajahnya nampak layu; mengubur kebiruan urat pipi yang kemarin-kemarin masih nampak seperti buih ombak yang mengerdip pada pasir putih. jiwanya beku, seperti terpeluk para kabut yang sejak sore tadi telah melepaskan diri dari pelukan bukit, pegunungan dan safana indah yang berada di belakang rumahnya. Matikah kau?
Aku melihatnya sebagai sosok yang terbunuh oleh erotisme cinta; berada satu garis dengan pengalaman-pengalaman pahit; terdefinisi seperti bencana etika yang membuat tubuh cantiknya terbungkus oleh airmata yang telah mengeras ; dan saat itu juga, keprihatinanku melebihi keprihatinan para tumbuhan ketika kemarau itu menjadi usia panjang. Matikah kau?
Saat muda, segenap angan tersebar; sekadar belaian keinginan yg lazim diinginkan oleh para gadis ingusan, wanita belasan tahun. 'kecantikan harus sampai tua, keindahan adalah milik suamiku' itulah sedikit cita-citanya. 
Bencana etika itu membuatnya tercecer, terbuang dan hilang.puluhan bahkan ratusan tubuh laki-laki telah menyetubuhinya; hingga tak ada kesempatan untuk sekedar menghangatkan tubuhnya dengan selembar kain, sebentarpun...
Ia merasa kehilangan malaikat yang selama ini mencintainya, melindungi dari badai siang malam. ia ingin marah.. tapi kepada siapa? "kemarahan kepada nasib adalah ketololan yang terhormat~kemarahan pada Tuhan sama saja bunuh diri" katanya.
ia mencoba rebah pada kata 'sudahlah!!!'
Bidadari senja telah melewati periode yang kejam; rayuan detik menjadi racun yang membunuhnya perlahan. dan kini, segenap kemalangan hanya menjadi santapan kesadarannya setiap hari, sampai kerentaan ini tak sudi membiarkan mimpi-mimpi kecilnya berjalan.
"Biarlah Tuhan mengganti senyumku yang tercuri itu. Aku ingin tiada dalam keadaan lajang, bukan karena malang. Aku ingin segera menagih janji malaikat, aku ingin bersuami setelah mati. Aku ingin menyusui anak di kebun surga. Aku ingin.... aku ingin..."
Perkataan terakhir sang bidadari itu membuatku mengamininya. Kini ia benar-benar mati; meraih segenap keinginan hati yang tertunda...

**
Di dedikasikan untuk Jugun Ianfu (Budak seks pada masa penjajahan jepang).. sebagian besar dari mereka memutuskan tidak menikah sampai tua. sebagian lagi membunuh dirinya sendiri karena tak kuasa menahan beban mendalam

0 Responses

Posting Komentar

terimakasih atas atensinya...

Powered By Blogger

  • Foto saya
    DKI Jakarta
    Wartawan di harian Warta Kota, Kompas Gramedia. Follow @FeryantoHadi

    Total Tayangan Halaman

    Pengikut Blog


    waktu jualah yang akan menghentikan pengembaraan singkat ini